Lingkungan server tervirtualisasi (virtual server) yang mulai banyak diterapkan untuk menghemat biaya ternyata masih menyediakan ruang untuk penghematan lebih lanjut.
Caranya, menurut General Manager Red Hat ASEAN Damien Wong, adalah dengan menggunakan software open source berbiaya rendah, seperti Red Hat Enterprise Virtualization (RHEV).
"Red Hat itu seperti Robin Hood, kami mengambil uang yang seharusnya dimiliki perusahaan-perusahaan besar dan memberikannya kembali pada pengguna," ujar Wong, dalam acara Red Hat Bussiness Update di Jakarta, Rabu (25/7/2012) kemarin.
Dia mengacu pada penghematan yang bisa dilakukan pengguna apabila memilih software dari Red Hat ketimbang pesaingnya.
Red Hat adalah penyedia solusi software berbasis open source untuk kalangan enterprise. Salah satu produknya yang cukup dikenal adalah sistem operasi "red hat linux" yang pertama kali diluncurkan 10 tahun lalu pada 2002. Produk lainnya termasuk Red Hat Enterprise Virtualization yang menjadi saingan VMWare dalam lingkungan server tervirtualisasi.
Dibanding VMWare, menurut Wong, biaya untuk memakai Red Hat Enterprise Virtualization hanya sekitar 1/7. "Kebanyakan perusahaan menggunakan bidang TI sebagai pendukung bisnis, dengan memotong ongkos untuk TI, uangnya bisa dipakai untuk mengembangkan hal lain," ujarnya.
Red Hat sedang berusaha mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Sejauh ini perusahaan software open source tersebut sudah memiliki beberapa ratus pelanggan (subscription). Perusahaan Indonesia yang sudah menggunakan produk Red Hat termasuk Telkomsel dan Plaza Indonesia.
Di lingkungan server tervirtualisasi, lanjut Wong, pangsa pasar global Red Hat masih tergolong kecil. "Belum sebesar VMware yang lebih dari 80 persen," ujar Wang tanpa merinci angka persisnya.
Meski begitu Wong optimis perusahaannya akan terus berkembang. “Selama sepuluh tahun terakhir Red Hat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 20-25 persen,” jelasnya.
Perusahaan dengan total karyawan sekitar 5.000 orang ini menggandeng rekanan dalam melakukan on-site service untuk pelanggan yang membayar biaya subscription produk Red Hat. Pelanggan juga mendapat akses ke dukungan lain berupa update dan patch software.
Caranya, menurut General Manager Red Hat ASEAN Damien Wong, adalah dengan menggunakan software open source berbiaya rendah, seperti Red Hat Enterprise Virtualization (RHEV).
"Red Hat itu seperti Robin Hood, kami mengambil uang yang seharusnya dimiliki perusahaan-perusahaan besar dan memberikannya kembali pada pengguna," ujar Wong, dalam acara Red Hat Bussiness Update di Jakarta, Rabu (25/7/2012) kemarin.
Dia mengacu pada penghematan yang bisa dilakukan pengguna apabila memilih software dari Red Hat ketimbang pesaingnya.
Red Hat adalah penyedia solusi software berbasis open source untuk kalangan enterprise. Salah satu produknya yang cukup dikenal adalah sistem operasi "red hat linux" yang pertama kali diluncurkan 10 tahun lalu pada 2002. Produk lainnya termasuk Red Hat Enterprise Virtualization yang menjadi saingan VMWare dalam lingkungan server tervirtualisasi.
Dibanding VMWare, menurut Wong, biaya untuk memakai Red Hat Enterprise Virtualization hanya sekitar 1/7. "Kebanyakan perusahaan menggunakan bidang TI sebagai pendukung bisnis, dengan memotong ongkos untuk TI, uangnya bisa dipakai untuk mengembangkan hal lain," ujarnya.
Red Hat sedang berusaha mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Sejauh ini perusahaan software open source tersebut sudah memiliki beberapa ratus pelanggan (subscription). Perusahaan Indonesia yang sudah menggunakan produk Red Hat termasuk Telkomsel dan Plaza Indonesia.
Di lingkungan server tervirtualisasi, lanjut Wong, pangsa pasar global Red Hat masih tergolong kecil. "Belum sebesar VMware yang lebih dari 80 persen," ujar Wang tanpa merinci angka persisnya.
Meski begitu Wong optimis perusahaannya akan terus berkembang. “Selama sepuluh tahun terakhir Red Hat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 20-25 persen,” jelasnya.
Perusahaan dengan total karyawan sekitar 5.000 orang ini menggandeng rekanan dalam melakukan on-site service untuk pelanggan yang membayar biaya subscription produk Red Hat. Pelanggan juga mendapat akses ke dukungan lain berupa update dan patch software.
Sumber : Kompas.com